Rabu, 25 April 2012

Kuliah 10 Komunikasi antar budaya-stp sahid eksekutif & Kelas Hotel Pd Cabe


Kuliah 10
Fenomena
Fenomena komunikasi antara komunitas  berbeda budaya semakin rumit, sejalan dengan semakin beragamnya konsep diri, minat, kepentingan, gaya hidup, kelompok rujukan, sistem kepercayaan dan nilai yang berkembang. Walaupun memiliki budaya yang sama, tapi dalam suatu komunitas yang terdiri dari beberapa ras, pasti ada perbedaan atau secara tidak sadar, perbedaan itu dimunculkan dan akhirnya menjadi suatu prasangka. Dari prasangka-prasangka inilah akhirnya selalu terjadi terjemahan informasi yang salah.

Banyak fenomena komunikasi yang mungkin atau bahkan sering kita alami, baik secara sadar atau tidak sadar. Ketika kita berada di suatu budaya yang berbeda, ini akan sangat terasa. Saya akan menceritakan beberapa fenomena komunikasi yang pernah saya alami, khususnya dari segi bahasa yang akhirnya menimbulkan prasangka lain.

Di Bandung, kalau kita tidak bisa berbahasa Sunda, maka kita akan menjadi sasaran empuk sopir angkutan kota (angkot). Waktu pertama kali saya berada di Bandung (3 tahun yang lalu), saya sering mendapat perlakuan yang tidak adil dari hampir semua sopir angkot yang angkotnya pernah saya tumpangi dalam hal ongkos/biaya yang harus saya bayar dengan jarak yang saya tempuh. Ketika saya turun dari angkot dan saya membayar ongkos dengan tidak menggunakan uang pas, maka ongkos yang seharusnya Rp 2.000,- dalam sekejab akan berubah menjadi Rp 3.000,-

Berbeda dengan di Yogyakarta. Di Yogyakarta, ketika berbelanja di Malioboro dan menawar barang dengan berbahasa Indonesia dan logat yang sedikit berbeda, maka harga barang yang seharusnya 15 ribu akan berubah menjadi 30 ribu. Perbedaan yang cukup drastis.

Warna kulit juga merupakan salah satu perbedaan yang sangat mencolok di suatu daerah berbeda. Waktu saya masih berdomisili di Yogyakarta, ketika berbelanja di warung yang sedang ramai, maka hukum ras akan sangat berlaku. Walaupun kita sudah antri 1 jam, jika kita bukan orang pribumi (warna kulit sedikit gelap) yang berkulit "sawo matang", maka kita akan menjadi orang terakhir untuk dilayani. Dalam mencari kost-kost-an pun demikian.

Ini adalah pengalaman teman kost saya (waktu masih di Yogyakarta) yang berasal dari Batak. Dia bercerita bahwa ketika tiba di Yogyakarta, dia sangat kesulitan dalam mencari kost-an. Walaupun di depan pintu ada tulisan "TERIMA KOST PUTRI", tetapi ketika ibu kost-nya keluar dan mendengarkan logat Batak-nya yang kental, tanpa basa basi, pemilik kost-an tersebut langsung mengatakan bahwa semua kamar sudah penuh. Bahkan ada yang dengan jujur mengatakan "Kamu orang Batak ya? Maaf, di sini tidak menerima orang Batak karena orang Batak hanya bisa membuat keributan". Dia sangat putus asa, tapi akhirnya ada temannya (orang Jawa) yang berhasil meyakinkan salah satu pemilik kost dan akhirnya mau menerima dia. Sungguh perjuangan yang luar biasa, dan perbedaab yang luar biasa pula.

Pengalaman yang menunjukkan tentang komunikasi antar budaya yang menimbulkan prasangka juga dapat kita lihat dalam film "How Biased are You" (belum pernah nonton? Buruan cari filmnya selagi masih ada). Dalam film ini terlihat begitu banyak perbedaan antara orang berkulit hitam dan orang berkulit putih walaupun memiliki budaya yang kurang lebih sama. Dalam melakukan banyak hal, orang kulit putih lebih diutamaka/didahulukan dibanding orang kulit hitam. Bahkan secara tidak langsung, ketika melakukan tes pada beberapa orang berkulit putih dan berkulit hitam, keduanya lebih berpihak pada orang berkulit putih.

Perbedaan mungkin kita anggap biasa dan wajar-wajar saja, tetapi tanpa kita sadari perbedaan membuat kita menjadi egois dan bahkan secara perlahan tapi pasti membawa kita pada kehancuran. Kita akan mulai kehilangan EMPATI pada orang lain jika perbedaan itu terus kita pertahankan dan kita biarkan menghantui kita.

Seperti yang ada dalam film "Haw Biased are You", dalam tes yag diberikan kepada beberapa orang berkulit hitam, tanpa mereka sadari, mereka sudah lebih berpihak pada orang berkulit putih. Mereka sendiri mengakui bahwa sebenarnya dari lubuk hati mereka yang paling dalam tidak seperti itu. Lalu faktor apa yang menyebabkan hal ini bisa terjadi? Mengapa hasil tes tersebut bisa berbeda dengan pengakuan mereka? Itu artinya perbedaan tersebut bisa dihilangkan. Berikut beberapa teori yang berkaitan dengan masalah ini.

Kerangka Teori
Cara kita berpikir dapat terkondisikan secara kultural. Budaya-budaya Timur melukiskan sesuatu dengan visualisasi-visualisasi, sedangkan budaya Barat cenderung menggunakan konsep-konsep.

Pada dasarnya manusia menciptakan budaya atau lingkungan sosial mereka sebagai suatu adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologis mereka. Kebiasaan-kebiasaan, praktik-praktik, tradisi-tradisi untuk terus hidup dan berkembang diwariskan dari suatu generasi ke generasi lainnya dalam suatu masyarakat tertentu.

Budaya adalah gaya hidup unik suatu kelompok manusia tertentu. Budaya bukanlah sesuatu yang dimiliki oleh sebagian orang dan tidak dimiliki oleh sebagian orang lainnya - budaya dimiliki oleh semua manusia dan dengan demikian merupakan suatu faktor pemersatu. Budaya juga merupakan pengetahuan yang dapat dikomunikasikan, sifat-sifat perilaku dipejari yang juga ada pada anggota-anggota dalam suatu kelompok sosial dan berwujud dalam lembaga-lembaga dan artefak-artefak mereka.

Kaidah emas menyuruh kita memperlakukan orang lain seperti kita ingin diperlakukan oleh mereka. Dalam kaidah ini terkandung asumsi kesamaan: bahwa orang lain seperti diri kita dan karena ia ingin diperlakukan sama. Kesamaan mengandung makna realitas yang tunggal dan mutlak, dan pemikiran seperti itu adalah dasar etnosentrisme.Kaidah emas membawa kita pada strategi komunikasi simpati; yakni menganggap orang lain berpikir dan merasa seperti kita dalam menghadapi situasi yang sama.

Untuk mengatasi Kaidah Emas, kita harus mengasumsikan adanya perbedaan diantara orang-orang dan adanya realitas ganda. Bila kita menggunakan prinsip ini, kita menggunakan strategi komunikasi empati; yakni secara imajinatif kita mengalami dunia dari perspektif orang lain. Kemampuan empati dapat dikembangkan dengan mengikuti enam langkah yang saling berkaitan. Berbeda dengan Kaidah Emas, komunikasi empati mendorong kepekaan interasial dan interkultural.

Kaidah Emas ini adalah puncak gunung es ideologi yang meghalangi perjalanan menuju pengertian interkultural dan perdamaian internasional. Kaidah Emas dan asumsi serta strategi yang menyertainya tidak efektif. Kita hanya ingin menyatakan bahwa keefektifan pendekatan ini sangat dibatasi perbedaan manusiawi.

Berlawanan dengan asumsi bahwa semua orang pada pokoknya sama, kita dapat mengasumsikan bahwa setiap orang pada hakikatnnya unik. Teori ini dapat kita sebut sebagai "hipotesis serpihan salju". Bila kita melihat kesamaan yang tampak lebih secara lebih dekat, kita akan melihat keanekaragaman yang hampir tidak terbayangkan. Pengamatan manusia yang lebih cermat juga mengungkapkan keanekaragaman seperti ini. Jelaslah bagi kita bahwa kategori yang kita gunakan untuk mengasumsikan adalah generalisasi yang dibuat dari jauh - dari jarak yang dilestarikan oleh abstraksi seperti Kaidah Emas.

Jika kita menolak kaidah emas untuk menolak perbedaan, keanekaragaman karakteristik manusia yang mempesona segera tampak. Bukan saja perbedaan itu nyata dalam bahasa dan budaya, tetapi juga dapat diamati dalam tingkat fisiologis. Seperti serpihan salju, orang berbeda dalam sidik jarinya, pola gelombang otak, pola suara, dan komposisi lainnya. Disamping perbedaan bahasa dan budaya pada suatu sisi dan perbedaan fisiologis pada sisi yang lain, orang juga berbeda secara individual dalam pola psikologisnya.

Asumsi perbedaan konsisten dengan teori realaitas majemuk. Teori-teori ini berpendapat, seperti konstruk personal, bahwa realitas bukanlah kuantitas yang tepat dan dapat ditemukan. Realitas adalah kualitas yang berubah-ubah dan dapat diciptakan. Dalam filsafat, pandangan ini diwakili oleh fenomenologi dan berbagai sistem neofenologis yang sekarang ini meneliti implikasi filosofis dari fisika modern. Yang paling penting dari teori-teori ini adalah relativitas kerangka rujukan.

Strategi komunikasi yang paling tepat dengan realitas majemuk dan asumsi perbedaan adalah empati. Seperti simpati, istilah ini juga dugunakan dalam arti bermacam-macam. Dalam penggunaan sehari-hari, empati sering didefinisikan sebagai berada pada posisi orang lain; sebagai simpati yang dalam; sebagai kepekaanan kepada kebahagiaan bukan kesedihan; dan sebagai sinonim langsung dari simpati.

Begitu meluasnya kaidah emas ini sehingga hanyalah usaha terpadu yang dapat menghilangkan pengaruhnya pada komunikasi kita. Enam langkah dalam prosedur ini menjadi petunjuk mengembangkan keterampilan empati. Setiap langkah adalah persyaratan yang diperlukan untuk langkah sebelumnya atau bila gagal bergerak dengan tepat. Bila prosedur ini diambil seluruhnya dan secara berurutan, maka prosedur ini mencerminkan pendekatan yang efektif untuk memahami perbedaan.
Langkah pertama: Mengasumsikan Perbedaan.
Langkah kedua: Mengenali Diri
Langkah ketiga: Menunda Diri
Langkah keempat: Melakukan Imajinasi Terbimbing
Langkah kelima: Membiarkan Pengalaman Empati
Langkah keenam: Meneguhkan Kembali Diri

Walaupun empati dapat digunakan dalam berbagai situasi komunikasi, dalam makalah ini kita hanya mencurahkan perhatian pada penggunaannya untuk memahami perbedaan. Sebagaimana ditunjukkan oleh konotasi simpati yang etnosentrik, yang disebut terdahulu, penggunaan empati dapat menciptakan iklim yang lebih sensitif dan terhormat untuk komunikasi interasial dan interkultural. Dengan empati, kita dapat mengatasi kaidah emas, dan menggantikannya dengan "Kaidah Platina": "Perlakukanlah orang lain seperti mereka memperlakukan diri mereka sendiri".

Pembahasan
Dalam kenyataan yang ada, baik di film "How Biased are You" maupun kisah nyata yang kita alami sendiri memperlihatkan bahwa komunikasi antar komunitas berbeda akan semakin rumit dengan perbedaan-perbedaan yang terlihat dan pernah kita alami. Tapi bukan berarti hal ini tidak bisa dihilangkan atau dihindari. Dengan mempelajari beberapa teori di atas, kita bisa memulai untuk me-manage perbedaan-perbedaan yang ada mulai dari dalam diri pribadi kita masing-masing.

Teori-teori yang ada bisa kita terapkan dalam kehidupan kita pribadi dengan tetap menyadari bahwa setiap budaya itu berbeda dan antara orang yang satu dengan yang lain pasti ada perbedaan dalam banyak hal, terutama perbedaan nilai-nilai yang dianut.

Kaidah emas menyuruh kita memperlakukan orang lain seperti kita ingin diperlakukan oleh mereka. Dalam kaidah ini terkandung asumsi kesamaan: bahwa orang lain seperti diri kita dan karena ia ingin diperlakukan yang sama. Kesamaan mengandung makna realitas yang tunggal dan mutlak dan pemikiran seperti itu adalah dasar etnosentrisme. Kaidah emas membawa kita pada strategi komunikasi simpati; yakni menganggap orang lain berpikir dan merasa seperti kita dalam menghadapi situasi yang sama. Hal ini bisa membantu atau menolong kita dalam meminimalisir perbedaan. Ketika kita saling memahami, mengerti dan memperlakukan orang lain dengan sewajarnya, maka hal itupun yang akan kita terima.

Sekarang kita melihat, bagaimana kaidah emas berasal dari asumsi kesamaan manusia - asumsi yang konsisten dengan teori realitas tunggal. Strategi komunikasi yang melaksanaka kaidah emas adalah simpati yang antara lain berupa penggeneralisasian pikiran dan perasaan dari kerangka rujukan kita sendiri. Walaupun simpati dapat melahirkan pengertian tentang orang lain dalam situasi yang betul-betul sama, simpati banyak mengandung kerugian dalam situasi ketika ditemukan perbedaan manusiawi.

Strategi komunikasi yang paling tepat dengan realitas majemuk dan asumsi perbedaan adalah empati. Seperti simpati, istilah inipun digunakan dalam arti bermacam-macam. Dalam penggunaan sehari-hari, empati sering didefinisikan sebagai berada pada posisi orang lain. Kadang kita tidak bisa memahami bagaiman orang lain diperlakukan, atau orang lain tidak begitu respek dengan simpati yang kita berikan. Tetapi lebih membutuhkan empati dari kita. Butuh diperlakukan seperti bagaiaman mereka ingin diperlakukan.

Solusi
Solusi yang dapat saya berikan untuk mengatasi perbedaan yang dapat menimbulkan prasangka adalah:
1. Mengasumsikan perbedaan, mengenali diri, menunda diri, melakukan imajinasi terbimbing, membiarkan pengalaman empati, meneguhkan kembali diri.
2. Memperlakukan orang lain dengan baik
3. Menghilangkan perbedaan dari pikiran kita, sehingga tidak menimbulkan prasangka.
4. Memahami posisi orang lain, dan
5. Memperlakukan orang lain seperti bagaimana mereka ingin diperlakukan

Kesimpulan

Perbedaan mungkin kita anggap biasa dan wajar-wajar saja, tapi tanpa kita sadari, perbedaan membuat kita egois dan bahkan secara perlahan tapi pasti membawa kita kepada kehancuran. Kita akan mulai kehilangan EMPATI pada orang lain jika kita perbedaan itu terus kita pertahankan dan kita biarkan menguasai kita.

Saat orang mulai memperbesar perbedaan, itulah prasangka. Oleh karena itu, sebisa mungkin kita harus meminimalisir perbedaan yang ada, mulai dari diri kita masing-masing, sehingga prasangka itu tidak ada dan kita bisa memperlakukan orang lain dengan baik tanpa melihat perbedaan apapun termasuk perbedaan budaya.

Strategi komunikasi yang paling tepat dengan realitas majemuk dan asumsi perbedaan adalah empati. Kadang kita tidak bisa memahami bagaiamana orang lain diperlakukan, atau orang lain tidak begitu respek dengan simpati yang kita berikan, tetapi mereka lebih membutuhkan empati dari kita, butuh diperlakukan sebagaimana mereka ingin diperlakukan.

Referensi:
1. Mulyana Deddy, Dr. M.A., Jalaluddin Rahmat, Drs. M.Sc. 2006. Komunikasi Antar Budaya. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya
2. Film "How Biased are You"
Diposkan Lea Belandina dalam http://belandina.blogspot.com/

Tugas anda:
Baca baik-baik tulisan di atas, akan didiskusikan dalam kelas pada kuliah Selasa 1 Mei 2012

27 komentar:

  1. Kaidah emas ternyata ada juga,seperti apa ya .....klo kubah emas gw tahu komentar dari Ismail

    BalasHapus
  2. saya udah baca blog bu uchi


    dari fauziah rahmah

    BalasHapus
  3. . Melalui kaidah emas yang ibu sampaikan tentunya akan sangat bermanfaat dalam hal meminimalisirkan ketidak sepahaman persepsi ketika kita berkomunikasi.Menempatkan diri kita seolah berada disaat kita berada di posisi orang yang kita ajak bicara(sikap empati) akan lebih mudah bagi kita untuk mengetahui info apa saja yang diharapkan oleh orang tersebut, tentunya hal ini menjadi dasar pertimbangan kita dalam berkomunikasi dengannya.

    Dari ERLANGGA SUKMA

    BalasHapus
  4. Terima kasih bu, saya sdh membaca teori mata kuliah Komunikasi Budaya (Kuliah 10)

    -Hanifah K-

    BalasHapus
  5. ass...
    terima kasih bu atas artikelnya...
    kami tunggu penjelasannya...

    wass..

    ---Achmad Zaky---

    BalasHapus
  6. "ternyata empati itu sangat penting dimiliki dan dikembangkan dalam diri setiap manusia untuk memahami perbedaan."




    ___ CeCeP PeRmAnA ___

    BalasHapus
  7. saya sudah baca blog yang ibu uci kirim tentang teori komunikasi budaya kuliah 10, terima kasih.
    dari febri nur anggraini

    BalasHapus
  8. Alhamdulillah,

    sudah membaca artikel ibu Uci, tq ibu and see u on Tuesday

    wass......

    BalasHapus
  9. Saya sudah membaca arikel dari Ibu Uci.Terima kasih banyak. PUJIANTA

    BalasHapus
  10. ass...
    thanks bu atas artikelnya ,saya sudah membacanya.

    kaidah emas VS kaidah platina ? seru tuh

    regard


    Agus Arifianto ( NiM.2011141124 )

    BalasHapus
  11. terima kasih ibu Uci atas artikelnya,mudah2an setelah membaca artikel ini kita menyadari bahwa sebenarnya perbedaan itu indah,tuhan menciptakan manusia berbeda-beda,karena itulah kita harus saling menyanyangi dan menghargai satu sama lain...thanks
    (Aditia Nugraha)

    BalasHapus
  12. trims ... bu uchii,,aku udah baca artikelnya
    bagus n' bermanfaat banget..Lohh ^^


    from :
    amie tiara putri (NIM :2011140105)

    BalasHapus
  13. Sebenar'a perbedaan itu indah, seperti pelangi walau berbeda warna tetap indah di lihat :D

    BalasHapus
  14. Hmmmmm,,, dengan adanya perbedaan hidup kita jadi lebih berwarna.
    Tks atas saran dvdnya :D

    Darlina Edyana (Arlene)

    BalasHapus
  15. saya sudah baca artikelnya, ternyata memahami perbedaan hidup itu sangat bermanfaat, terimakasih bu uci..

    riska muliasari

    BalasHapus
  16. saya sudah baca artikelnya bu, terima kasih bu uci..

    -linda dwi sugiarti-

    BalasHapus
  17. Subhanallah .....

    ternyata manusia itu unik ya bu.
    Kelihatannya sama tapi memiliki keanekaragaman yang tak terbayangkan

    Rita Nengsih

    BalasHapus
  18. saya sudah baca artikelnya bu uci, terima kasih


    retno woro astuti

    BalasHapus
  19. terima kasih bu saya sudah membaca artikelnya .


    syahrul haryadi

    BalasHapus
  20. Saya sudah baca artikelnya bu Uci...
    Thnk's

    -M. Zaky Fauzan-

    BalasHapus
  21. saya sudah membaca artikel yang ibu tulis
    terima kasih,,

    - irfandra cahyo prabowo
    NIM: 2011140120

    BalasHapus
  22. saya sudah baca artikelnya bu
    thnk's

    amelia permatasari

    BalasHapus
  23. Terima Kasih bu materinya...
    Putra Pratama ( 2011140115 )

    BalasHapus
  24. saya sudah baca artikel yg ibu tulis ,,,,,
    Trimaksih ....



    Dari ; Eni nur'aini ...

    BalasHapus
  25. artikel yang luar biasa,so jangan pada rasis jadi orang kwkwkwkw

    BalasHapus