Mengapa Perencanaan Pariwisata perlu
dilakukan di Lingkup Destinasi
Posted on
Senin, 24 Februari 2014, 07.55 by Taslim, http://pariwisata.rejanglebongkab.go.id/mengapa-perencanaan-pariwisata-perlu-dilakukan-di-lingkup-destinasi/
Perencanaan
pariwisata perlu dilakukan karena adanya banyak perubahan dalam industri
pariwisata saat ini. Pariwisata mencakup banyak hal yang melibatkan banyak
pihak, maka dibutuhkan strategi tertentu dalam perencanaan kegiatan pariwisata
sehingga dapat berlangsung dengan baik.
Merencanakan
sesuatu dalam hal ini perencanaan pariwisata bila dilakukan dengan baik tentu
akan memberikan manfaat dan dapat memperkecil semua efek yang tidak
menguntungkan. Karena itu pentingnya perencanaan dalam pengembangan pariwisata
sebagai suatu industri agar perkembangan industri pariwisata sesuai dengan apa
yang telah dirumuskan dan berhasil mencapai sasaran yang dikehendaki, baik itu
ditinjau dari segi ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan.
Pengembangan
pariwisata yang tidak direncanakan, akan dapat menimbulkan masalah-masalah
sosial dan budaya, terutama di daerah atau tempat di mana terdapat perbedaan
tingkat sosialnya antara pendatang dan penduduk setempat. Sebagai akibat
tingkah laku penduduk yang suka meniru seperti apa yang dilakukan wisatawan
asing tanpa mengetahui latar belakang kebudayaan wisatawan asing yang
ditirunya. Suatu perencanaan dan pertumbuhan pembangunan yang tidak
direncanakan akan mengakibatkan degradasi atau penurunan daya tarik suatu
atraksi wisata, bahkan dapat menjurus kepada kerusakan lingkungan.
Merencanakan
sesuatu bila dilakukan dengan baik tentu akan memberikan manfaat dan dapat pula
memperkecil semua efek yang tidak menguntungkan. Karena itu pentingnya
perencanaan dalam pengembangan pariwisata sebagai suatu industri agar
perkembangan industri pariwisata sesuai dengan apa yang telah dirumuskan dan
berhasil mencapai sasaran yang dikehendaki, baik itu ditinjau dari segi
ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan hidup.
Kita semua
menyadari bahwa pengembangan pariwisata sebagai suatu industri diperlukan biaya
yang besar, seperti; perbaikan jembatan dan jalan menuju obyek wisata,
pengembangan hotel dengan segala fasilitasnya, angkutan wisata (darat, laut,
dan udara) yang harus dibangun, penyediaan air bersih yang harus diciptakan
dengan baik, sarana komunikasi yang teratur yang perlu diadakan, bahkan
pendidikan karyawan yang profesional dalam bidangnya. Semuanya itu memerlukan
biaya yang tidak sedikit dan agar uang tidak dihamburkan sia-sia, maka suatu perencanaan
yang matang mutlak diperlukan.
Pertumbuhan
kepariwisataan yang tidak terkendali sebagai akibat dari perencanaan yang tidak
baik, pasti akan menimbulkan dampak yang tidak baik dan tentunya akan tidak
menguntungkan semua pihak. Misalnya saja bangunan hotel yang menjulang tinggi,
poster iklan yang merusak pemandangan dan lingkungan, pembuangan sampah yang
tidak pada tempatnya, pengotoran pantai yang tidak terkendali sebagai akibat
banyaknya wisatawan yang berkunjung, semuanya dapat saja terjadi sebagai akibat
dari perencanaan yang tidak baik.
Dengan kata
lain, pengembangan pariwisata yang tidak direncanakan akan menimbulkan
masalah-masalah sosial dan budaya, terutama di daerah atau tempat di mana
terdapat perbedaan tingkat social antara pendatang dan penduduk setempat. Hal
itu terjadi akibat tingkah laku penduduk yang suka meniru seperti apa yang
dilakukan wisatawan asing tanpa mengetahui latar belakang kebudayaan wisatawan
asing yang ditirunya.
Hal yang
serupa ini jika terjadi akan dapat menimbulkan masalah-masalah sosial seperti
hilangnya kepribadian, mundurnya kualitas kesenian tradisional, menurunnya
kualitas barang-barang kerajinan, pencemaran pada candi-candi dan monumen yang
menjadi obyek wisata atau menurunnya moral kaum muda dengan adanya kebebasan
melakukan sesuatu.Oleh karena itu, pengembangan pariwisata sebagai suatu
industry perlu dipertimbangkan dalam segala aspek (tanpa terkecuali) karena
pariwisata sebagai suatu industri tidak dapat berdiri sendiri, pariwisata
berkaitan erat dengan sektor-sektor lainnya, seperti sektor ekonomi, sosial,
dan budaya yang hidup dalam masyarakat. Apabila pengembangan pariwisata tidak
terarah dan tidak direncanakan dengan matang, maka bukan manfaat yang akan
diperoleh, melainkan perbenturan sosial, kebudayaan, kepentingan yang akan
menyebabkan kualitas pelayanan kepada wisatawan pun menjadi rendah dan
selanjutnya akan mematikan usaha-usaha yang telah lama dibina dengan susah
payah.
Hal yang
semacam ini tentu tidak diinginkan untuk terjadi, malah sebaliknya kita harus
menghindari hal demikian sedini mungkin. Caranya dengan membuat perencanaan
yang terpadu dan sejalan dengan perencanaan perekonomian negara secara
keseluruhan. Dengan perkataan lain, pengembangan pariwisata harus sejalan
dengan pembangunan nasional seperti yang tercantum dalam peraturan
perundang-undangan.
Perencanaan
pariwisata hendaknya harus sejalan dengan sasaran yang hendak dicapai.
Keputusan pertama yang harus diambil oleh suatu daerah ialah; apakah sudah ada
kesepakatan di antara pemuka/pejabat setempat bahwa daerah itu akan
dikembangkan menjadi suatu obyek wisata atau suatu Daerah Tujuan Wisata (DTW),
dan apakah manfaat serta keuntungan langsung bagi penduduk sekitar DTW sehingga
pengembangan pariwisata selanjutnya akan mendapat dukungan dari masyarakat
banyak.
Aspek-aspek
yang perlu diketahui dalam perencanaan pariwisata adalah:
Wisatawan (tourist); sebagai seorang
perencana, kita harus tahu terlebih dahulu (melalui penelitian atau observasi)
mengenai karakteristik wisatawan yang diharapkan akan datang (target pasar yang
dikehendaki)n misalnya dari daerah atau negara asal wisatawan, usia muda atau
tua, berpenghasilan besar atau kecil, pola perjalanan, apa motivasi melakukan
pariwisata, lama tinggal atau waktu kunjungan dilakukan.
Pengangkutan (transportations); seorang
perencana harus melakukan penelitian lebih dahulu, bagaimana fasilitas
transportasi yang tersedia atau dapat digunakan, baik untuk membawa wisatawan
dari daerah atau negara asalnya maupun transportasi menuju ke DTW yang
dikehendaki. Selain itu, bagaimana pula transportasi lokal jika melakukan
perjalanan wisata di DTW yang sedang dikunjungi tersebut.
Atraksi/obyek wisata (atractions);
bagaimana obyek wisata/atraksi akan dijual, apakah memenuhi tiga syarat
“seperti apa yang dilihat” (something to see), “apa yang dapat dilakukan”
(something to do), “apa yang dapat dibeli” (something to buy) di DTW yang
dikunjungi.
Fasilitas pelayanan (services fasilities);
fasilitas apa saja yang tersedia di DTW tersebut, bagaimana akomodasi
perhotelan yang ada, restoran, pelayanan umum seperti bank/money changers,
kantor pos, telepon/teleks/faksimili di DTW yang akan dikunjungi wisatawan.
Informasi dan promosi (informations); calon
wisatawan perlu memperoleh informasi tentang DTW yang akan dikunjunginya. Untuk
itu perlu dipikirkan cara-cara publikasi atau promosi yang akan dilakukan.
Kapan iklan harus dipasang, kemana leaflets/brochures harus disebarkan,
sehingga calon wisatawan mengetahui tiap paket wisata yang akan kita jual
sehingga calon wisatawan lebih cepat mengambil keputusan, berangkat atau tidak
ke DTW yang ditawarkan tersebut.
Pada
dasarnya perencanaan dirmaksud untuk memberikan batasan tentang tujuan yang
hendak dicapai dan menentukan cara-cara mencapai tujuan yang dimaksudkan
tersebut. Jadi perencanaan merupakan predeterminasi dari tujuan-tujuan yang
bersifat produktif secara sistematis dengan menggunakan alat-alat, metode dan
prosedur yang perlu untuk mencapai tujuan yang dianggap paling ekonomis. Bila
kita rinci pengertian tersebut di atas, maka dalam batasan perencanaan terdapat
unsur:
Suatu pandangan jauh ke depan.
Merumuskan secara konkret apa yang hendak
dicapai dengan menggunakan alat-alat secara efektif dan ekonomis.
Menggunakan koordinasi dalam
pelaksanaannya.
Menurut G.R.
Terry dalam bukunya Principles of Management yang disadur oleh Dr. Winardi
keuntungan-keuntungan dari sebuah perencanaan adalah:
Planning menyebabkan aktivitas dilakukan
secara teratur dan dengan tujuan tertentu.
Planning meminimalisir pekerjaan yang tidak
produktif.
Planning membantu penggunaan suatu alat
pengukur mengenai hasil yang akan dicapai.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa planning
menyebabkan penggunaan fasilitas-fasilitas yang ada menjadi lebih baik lagi.
Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa
planning menyebabkan fasilitas-fasilitas yang ada dipergunakan secara lengkap.
Planning juga memberikan suatu keadaan
untuk pengawasan (waktu-waktu tertentu serta menyelesaikan setiap
aktivitas-aktivitas).
Pariwisata
masa kini tidak hanya terkait dalam batas-batas wilayah dalam skala tertentu.
Pariwisata pada masa kini menjadi sangat khas karena melibatkan paduan budaya
dan bentang alam sehingga melibatkan seluruh pihak untuk terkait didalamnya.
Diantaranya ada pemerintah, swasta dan masyarakat lokal. Dalam pelaksanaannya
ketiga unsur ini saling melengkapi di
mana pemerintah sebagai penyelenggara dan pihak swasta sebagai media perantara
untuk menyampaikan produk wisata. Sedangkan masyarakat lokal adalah unsur
penting yang terlibat dalam kepemerintahan atau pihak swasta pun tidak dapat
berdiri sendiri sehingga dalam penyelenggaraan pariwisata pemerintah dan swasta
secara bersama-sama dapat mendayagunakan komunitas dan masyarakat lokal untuk
menjadi pelaksana kegiatan pariwisata. Berikut ini gambar mengenai kompleksitas
pariwisata dan sistem pariwisata.
Lima hal
yang harus diperhatikan dalam pariwisata berkelanjutan menurut konsep Muller
(1997) yaitu:
pertumbuhan ekonomi yang sehat,
kesejahteraan masyarakat lokal,
tidak merubah struktur alam dan melindungi
sumber daya alam,
kebudayaan masyarakat yang tumbuh secara
sehat,
memaksimalkan kepuasan wisatawan dengan
memberikan pelayanan yang baik karena wisatawan pada umumnya mempunyai
kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan.
Teori siklus
hidup destinasi wisata yang dikemukakan oleh Butler pada tahun 1980 yang
dikenal dengan Tourism Area Life Cycle (TALC). Siklus hidup destinasi wisata
yang dikemukan oleh Butler (1980) terbagi menjadi tujuh tahap, yaitu:
Tahap exploration yang berkaitan dengan
discovery yaitu suatu tempat sebagai potensi wisata baru ditemukan baik oleh
wisatawan, pelaku pariwisata, maupun pemerintah, biasanya jumlah pengunjung
sedikit, wisatawan tertarik pada daerah yang belum tercemar dan sepi, lokasinya
sulit dicapai namun diminati oleh sejumlah kecil wisatawan yang justru menjadi
minat karena belum ramai dikunjungi.
Tahap involvement disebut dengan tahap
keterlibatan. Pada fase ini, peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mengakibatkan
sebagian masyarakat lokal mulai menyediakan berbagai fasilitas yang memang
khusus diperuntukkan bagi wisatawan. Kontak antara wisatawan dengan masyarakat
lokal masih tinggi dan masyarakat mulai mengubah pola-pola sosial yang ada
untuk merespon perubahan ekonomi yang terjadi. Disinilah mulai suatu daerah
menjadi suatu destinasi wisata yang ditandai oleh mulai adanya promosi.
Tahap development disebut dengan tahap
pembangunan. Pada fase ini, investasi dari luar mulai masuk serta mulai
munculnya pasar wisata secara sistematis. Daerah semakin terbuka secara fisik,
advertensi (promosi) semakin intensif, fasilitas lokal sudah tersisih atau
digantikan oleh fasilitas yang benar-benar touristic dengan standar
internasional, dan atraksi buatan sudah mulai dikembangkan untuk menambahkan
atraksi yang asli alami. Berbagai barang dan jasa impor menjadi keharusan
termasuk tenaga kerja asing untuk mendukung perkembangan pariwisata yang pesat.
Tahap consolidation (konsolidasi). Pada
fase ini, peristiwa sudah dominan dalam struktur ekonomi daerah dan dominasi
ekonomi ini dipegang oleh jaringan internasional atau major chains and
franchise. Jumlah kunjungan wisatawan masih naik tetapi pada tingkat yang lebih
rendah. Pemasaran semakin gencar dan diperluas untuk mengisi berbagai fasilitas
yang sudah dibangun. Fasilitas lama sudah mulai ditinggalkan.
Tahap stagnation (stagnasi). Pada fase ini,
kapasitas berbagai faktor sudah terlampaui di atas daya dukung sehingga
menimbulkan masalah ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kalangan industri sudah
mulai bekerja berat untuk memenuhi kapasitas dari fasilitas yang dimiliki
khususnya dengan mengharapkan repeater guests atau wisata konvensi/bisnis.
Selain itu, atraksi buatan sudah mendominasi atraksi asli alami (baik budaya maupun
alam), citra awal sudah mulai meluntur, dan destinasi sudah tidak lagi populer.
Tahap decline (penurunan). Pada fase ini,
wisatawan sudah beralih ke destinasi wisata baru dan yang tinggal hanya
‘sia-sia’, khususnya wisatawan yang hanya berakhir pekan. Banyak fasilitas
pariwisata sudah berlatih atau dialihkan fungsinya untuk kegiatan
non-pariwisata, sehingga destinasi semakin tidak menarik bagi wisatawan.
Partisipasi lokal mungkin meningkat lagi terkait dengan harga yang merosot
turun dengan melemahnya pasar. Destinasi dapat berkembang menjadi destinasi
kelas rendah (a tourism slum) atau sama sekali secara total kehilangan diri
sebagai destinasi wisata.
Tahap rejuvenation (peremajaan). Pada fase
ini, perubahan secara dramatis dapat terjadi (sebagai hasil dari berbagai usaha
dari berbagai pihak) menuju perbaikan atau peremajaan. Peremajaan ini dapat
terjadi karena adanya inovasi dalam pengembangan produk baru dan menggali atau
memanfaatkan sumber daya alam dan budaya yang sebelumnya belum dimanfaatkan.
Konsekuensi
dari adanya perbedaan karakteristik dalam pembangunan atau perkembangan
pariwisata menuntut seorang perencana pariwisata untuk selalu mencermati bentuk
keterkaitan antara komponen kepariwisataan dengan karakteristik komponen
lingkungan untuk menentukan lingkup pekerjaan.
Perencanaan
biasanya dapat membantu meminimalkan konflik yang terjadi berkaitan dengan
penggunaan tanah atau sumber daya lainnya (Glaria and Cenal, 1990).
Diperlukannya sebuah perencanaan dapat juga dikaitkan dengan perkembangan
wilayah dan/atau perkembangan kota. Kebutuhan ini terutama dirasakan setelah
perkembangan fisik industri atau usaha kepariwisataan, khususnya hotel yang
teraglomerasi di lokasi-lokasi tertentu, menyebabkan permasalahan pada skala
yang lebih luas.
Dalam
perencanaan termasuk perencanaan kepariwisataan perlu dipahami perihal
kebutuhan di satu sisi serta pemahaman cara pemenuhan kebutuhan tersebut di
sisi lain. Memahami bahwa pariwisata mencakup aspek yang amat luas dan rencana
tata ruang wilayah sebagai suatu konsep penataan ruang kegiatan, maka kebutuhan
akan rencana pariwisata yang komprehensif dirasakan sebagai suatu keharusan.
Rencana pariwisata bukan sekedar menyangkut kebutuhan akan akomodasi,
mendandani obyek wisata atau membangun obyek rekaan, melainkan harus menjadi
satu kesatuan yang terpadu dengan rencana umum tata ruang wilayah; dan
sebaliknya, rencana tata ruang wilayah tidak dapat mengabaikan unsur ‘suka’
yang paling tidak adalah kebutuhan akan rekreasi dan lebih luas adalah
kebutuhan akan pariwisata.
Pengaruh
dari kurangnya perencanaan dalam sebuah organisasi telah didokumentasikan dalam
berbagai literatur, pengaruhnya meliputi hal-hal sebagai berikut:
Pengaruh fisik; kerusakan atau perubahan
tetap sekitar fisik, kerusakan atau perubahan tetap dalam sejarah/kebudayaan,
kekumuhan dan keterbatasan, polusi, serta masalah-masalah lalu lintas.
Pengaruh manusia; kurangnya penerimaan
dalam pelayanan dan atraksi-atraksi lokal yang mengecewakan para turis,
kidaksukaan para turis pada bagian tempat mereka tinggal, hilangnya identitas
budaya, kurangnya pendidikan para pekerja kepariwisataan dalam hal keterampilan
dan penerimaan tamu, serta kurang sadar akan keuntungan-keuntungan pariwisata
untuk daerah tujuan wisata.
Pengaruh organisasi; lemahnya pendekatan
pemasaran dan pengembangan pariwisata, kurangnya kerjasama diantara operator,
tidak selarasnya gambaran dari ketertarikan pariwisata, kurangnya dorongan dari
pejabat daerah, serta tidak adanya tindakan atas isu-isu penting, masalah-masalah
dan kesempatan dari ketertarikan masyarakat pada umumnya.
Pengaruh lain; tidak selarasnya
isyarat-isyarat, kurang cukupnya atraksi-atraksi dan even-even wisata, musim
yang tinggi dan pendeknya jangka tinggal, miskinnya atau menekan kualitas dari
fasilitas dan pelayanan, serta miskinnya atau tidak selarasnya informasi
perjalanan.
TUGAS ANDA:
- Buatlah Kelompok untuk membuat presentasi terkait dengan Pariwisata Berkelanjutan pada sebuah destinasi wisata
- Kaitkan dengan prinsip pengelolaan pariwisata berkelanjutan
- Isi presentasi:
b. Profil destinasi
c. Permasalahan terkait dengan pengelolaan pariwisata berkelanjutan
c. Prinsip pariwisata berkelanjutan yang sudah diterapkan
d. Analisis anda terkait penerapan tersebut
e. Kesimpulan dan usulan anda
Usahakan power point yang ada tidak lebih dari 15 slide.