Selasa, 20 Desember 2011

Kuliah 11 Komunikasi Budaya -STP-kelas Sudirman

Bagi kelas HO2 dan HO3 Sudirman.

Jawablah soal-soal berikut dengan baik dan benar


  1. Jelaskan tentang apa yang dimaksud dengan kaidah emas dan hipotesis serpihan salju kaitannya dengan komunikasi antar budaya, apa perbedaan mendasar dari keduanya?
  2. Jelaskan pula apa yang dimaksud dengan simpati dan empati
  3. Menurut anda bagaimana sebaiknya kita menyikapi perbedaan budaya?
 jawaban dibuat dalam file MS word, dan dikirim ke susiana64@gmail.com
paling lambat : Rabu, 21 Desember 2011, pk 13.00 wib.
jika lewat dari waktu di atas dinyatakan tidak hadir (A)
jangan lupa menuliskan Nama dan NIM saudara dalam file yang dikirim

  1.  

Selasa, 29 November 2011

kuliah dan praktikum Ekowisata kelas Roxy


Bangka Belitung

Letak Geografis
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terletak pada 104°50’ sampai 109°30’ Bujur Timur dan 0°50’ sampai 4°10’ Lintang Selatan, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
• Di sebelah Barat dengan Selat Bangka
• Di sebelah Timur dengan Selat Karimata
• Di sebelah Utara dengan Laut Natuna
• Di sebelah Selatan dengan Laut Jawa
Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terbagi menjadi wilayah daratan dan wilayah laut dengan total luas wilayah mencapai 81.725,14 km2. Luas daratan lebih kurang 16.424,14 km2 atau 20,10 persen dari total wilayah dan luas laut kurang lebih 65.301 km2 atau 79,90 persen dari total wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Sekilas Sejarah
Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terdiri dari dua pulau besar yaitu Pulau Bangka dan Pulau Belitung serta pulau-pulau kecil. Sebelum Kapitulasi Tutang Pulau Bangka dan Pulau Belitung merupakan daerah taklukan dari Kerajaan Sriwijaya, Majapahit dan Mataram. Setelah itu, Bangka Belitung menjadi daerah jajahan Inggris dan kemudian dilaksanakan serah terima kepada pemerintah Belanda yang diadakan di Muntok pada tanggal 10 Desember 1816. Pada masa penjajahan Belanda, terjadilah perlawanan yang tiada henti-hentinya yang dilakukan oleh Depati Barin kemudian dilanjutkan oleh puteranya yang bernama Depati Amir dan berakhir dengan pengasingan ke Kupang, Nusa Tenggara Timur oleh Pemerintahan Belanda. Selama masa penjajahan tersebut banyak sekali kekayaan yang berada di pulau ini diambil oleh penjajah.
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan sebagai provinsi ke-31 oleh Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang No. 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang sebelumnya merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Selatan. Ibukota provinsi ini adalah Pangkalpinang.
Hal menarik lainnya adalah cerita tentang latar belakang sejarah kemerdekaan. Para pendiri bangsa Indonesia dahulu ternyata sempat dibuang ke Bangka. Bung Karno, Bung Hatta dan kawan-kawan sempat menjalani hidup sebagai orang buangan di kota Muntok. Jejak perjuangan mereka masih terekam kuat di kalangan masyarakat dengan kehadiran dua bangunan bersejarah yaitu Wisma Ranggam dan Pesangrahan Menumbing. Di dua bangunan ini pengunjung dapat melihat peninggalan seperti kamar bekas Bung Karno serta mobil yang sering digunakannya ketika berada di Bangka.
Untuk melihat perkembangan penambangan timah terdapat museum Timah di Pangkalpinang dan Museum Geologi di Belitung yang juga menghadirkan koleksi aneka senjata dan budaya Belitung.

Iklim & Topografi
Kepulauan Bangka Belitung memiliki iklim tropis yang dipengaruhi angin musim yang mengalami bulan basah selama tujuh bulan sepanjang tahun dan bulan kering selama lima bulan terus menerus. Keadaan alam Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebagian besar merupakan dataran rendah, lembah dan sebagian kecil pegunungan dan perbukitan. Ketinggian dataran rendah rata-rata sekitar 50 meter di atas permukaan laut dan ketinggian daerah pegunungan antara lain untuk gunung Maras mencapai 699 meter, gunung Tajam Kaki ketinggiannya kurang lebih 500 meter di atas permukaan laut. Sedangkan untuk daerah perbukitan seperti bukit Menumbing ketinggiannya mencapai kurang lebih 445 meter dan Bukit Mangkol dengan ketinggian sekitar 395 meter di atas permukaan laut.

Flora Fauna
Di Kepulauan Bangka Belitung tumbuh bermacam-macam jenis kayu berkualitas yang diperdagangkan ke luar daerah seperti: Kayu Meranti, Ramin, Mambalong, Mandaru, Bulin dan Kerengas. Tanaman hutan lainnya adalah: Kapuk, Jelutung, Pulai, Gelam, Meranti rawa, Mentagor, Mahang, Bakau dan lain-lain. Hasil hutan lainnya merupakan hasil ikutan terutama madu alam dan rotan. Madu Kepulauan Bangka Belitung terkenal dengan madu pahit.
Fauna di Kepulauan Bangka Belitung lebih memiliki kesamaan dengan fauna di Kepulauan Riau dan semenanjung Malaysia daripada dengan daerah Sumatera. Beberapa jenis hewan yang dapat ditemui di Kepulauan Bangka Belitung antara lain: Rusa, Beruk, Monyet, Lutung, Babi Hutan, Tringgiling, Kancil, Musang , Elang, Ayam Hutan, Pelanduk, berjenis-jenis Ular dan Biawak.

kuliah 8 pariwisata alam budaya: Pengelolaan Wisata Budaya kelas ROXY

Pengelolaan Wisata budaya


Pariwisata Budaya Berkelanjutan (Sustainable Cultural Tourism)(kutipan dari Ratna Suranti)
Telah disadari bahwa praktik-praktik pariwisata, yang melihat kebudayaan (juga alam), terutama sebagai sumber komoditi, ternyata membawa dampak yang tidak selalu positif. Dampak positif yang biasanya langsung dan segera dapat dirasakan adalah dalam segi keuntungan ekonomi, tetapi sesungguhnya keuntungan tersebut hanya merupakan keuntungan jangka pendek. Yang dirasakan kemudian adalah dampak buruknya, yaitu terhadap ekspresi dan eksistensi budaya yang dijadikan sumber komoditi itu.
Pariwisata yang menekankan pendekatan ekonomi cenderung memberikan peranan utama pada pemerintah atau pemilik modal, dan tujuannya juga ditentukan dan terutama untuk kepentingan mereka. Peranan masyarakat sangat rendah sehingga mereka cenderung tampak patuh dan tidak punya inisiatif karena lebih ditempatkan sebagai obyek daripada sebagai subyek. Sebagai akibatnya, adat-istiadat, nilai-nilai, dan norma-norma menjadi semakin terkikis. Ritual-ritual suci menjadi semakin dangkal dan pertunjukan-pertunjukan seni semakin tidak berjiwa. Masyarakat menjadi apatis dan kesejahteraan mereka pun tidak mengalami perbaikan.
Sebenarnya, hal-hal demikian tidak perlu terjadi khususnya di Indonesia. Bersama dengan 179 negara lainnya, Indonesia telah menandatangani kesepakatan Agenda 21 Global dalam Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro, Brasil pada tanggal 3 sampai 14 Juni 1992. Agenda 21 merupakan program aksi untuk mengantisipasi perkembangan abad 21, yaitu dengan cara menuangkan konsep-konsep pembangunan berkelanjutan, sebagai upaya untuk menggeser konsep pembangunan yang lebih banyak berorientasi pada pembangunan di bidang ekonomi. Lebih lanjut, diharapkan agar semua pihak baik pemerintah, sektor swasta, maupun masyarakat harus lebih memikirkan pembangunan berkelanjutan dalam menjalankan kegiatan sehari-hari, melakukan pembangunan yang seimbang antara pembangunan ekonomi dan kondisi sosial dengan memperhatikan faktor lingkungan. Lebih khusus lagi, Committee on Monuments and Sites (ICOMOS) telah menerbitkan The International Cultural Tourism Charter di Meksiko pada tahun 1999, yang berisi seruan dan himbauan untuk menyelamatkan pusaka budaya yang berbentuk bangunan atau situs. Charter yang sudah diterjemahkan dalam berbagai bahasa itu kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai Deklarasi Pariwisata Alam dan Budaya Indonesia. Dilakukannya penerjemahan tersebut antara lain dimaksudkan agar pemanfaatan pusaka budaya untuk pariwisata dapat dibatasi dan diberi rambu-rambu agar upaya untuk menjaga kelestarian pusaka budaya yang ada di seluruh dunia dapat juga dilaksanakan di Indonesia.
Tumbuhnya model pariwisata budaya yang berkesinambungan atau sustainable cultural-tourism (SCT) tampak sebagai reaksi terhadap dampak negatif dari pariwisata yang terlalu menekankan tujuan ekonomi. Gagasan tentang SCT ini pada dasarnya bertujuan agar eksistensi kebudayaan yang ada selalu diupayakan untuk tetap lestari. Oleh karena itu, diasumsikan bahwa masyarakat pemilik adalah pihak yang seharusnya lebih berperan dalam pelestarian tersebut. Dengan model yang baru ini, peranan utama dikembalikan kepada masyarakat lokal dan lembaga-lembaga non-pemerintah yang memiliki perhatian terhadap kelestarian warisan budaya. Di luar mereka ini, pemerintah daerah juga ikut ambil bagian, khususnya menyangkut upaya pemanfaatan aset-aset pariwisata untuk meninkatkan pendapatan asli daerah.
Dalam situasi transisi ini, muncul persoalan-persoalan yang berkaitan dengan klaim atas sumber-sumber pariwisata yang mempunyai potensi menguntungkan. Di daerah-daerah tertentu yang memiliki pengalaman dalam pengelolaan obyek wisata budaya yang melibatkan peranan masyarakat lokal (di Bali misalnya), persoalan pemanfaatan obyek budaya untuk tujuan wisata dapat dikelola dengan cukup baik. Tetapi, di beberapa daerah lain (di Jawa misalnya), pemanfaatan obyek budaya untuk tujuan wisata tampak menjadi arena konflik kepentingan. Usaha untuk melakukan rekonsiliasi telah dilakukan tetapi belum sepenuhnya memuaskan. Hal ini dapat dipahami sebagai akibat dari adanya perubahan sikap yang datang secara tiba-tiba, seperti adanya klaim dari masyarakat setempat terhadap sejumlah warisan budaya yang semula dikuasai sepenuhnya oleh negara, kemudian dianggap sebagai “warisan” milik mereka juga. Pihak pemerintah sendiri tampak belum siap untuk mengantisipasi tuntutan yang datang secara tiba-tiba dan tidak diduga sebelumnya.
Kondisi demikian juga tidak semestinya terjadi, karena pembangunan kepariwisataan Indonesia sudah mengarah pada pembangunan berbasis masyarakat. Pembangunan pariwisata harus mampu memberikan kesejahteraan kepada masyarakat dengan memberikan kesempatan agar masyarakat mampu berperan serta secara aktif untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya. Usaha pariwisata harus mengedepankan kepentingan masyarakat sehingga masyarakat dapat mengambil bagian dalam pengelolaan sumber daya dan obyek wisata atau DTW. Kepariwisataan yang berbasis masyarakat hendaknya terkait dengan usaha bisnis lokal, pembangunan masyarakat, serta pelestarian warisan alam dan budaya. Hal tersebut sudah sejalan dengan kode etik pariwisata dunia yang pada dasarnya memiliki keterkaitan dengan pengaturan pelestarian lingkungan hidup, pemberdayaan masyarakat setempat, perencanaan yang berorientasi pada perlindungan sumber daya alam dan budaya, hak asasi manusia, hak dan kewajiban para pelaku pariwisata, pelestarian warisan budaya, dan globalisasi.
Memang belum semua masalah dapat diatasi, tetapi arah pariwisata Indonesia sudah jelas. Arah itu disebutkan dalam pernyataan misi tentang pengembangan kebudayaan dan pariwisata yang antara lain dirumuskan sebagai berikut:
1.   Pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat dalam pengembangan kebudayaan dan pariwisata nasional.
2.   Perlindungan kebudayaan sebagai upaya melestarikan warisan budaya bangsa.
3. Pengembangan produk pariwisata yang berwawasan lingkungan, bertumpu pada kebudayaan, peninggalan budaya dan pesona alam lokal yang bernilai tambah tinggi dan berdaya saing global. 

Pengelolaan SCT di Indonesia tampaknya diarahkan pada dua sasaran utama, yaitu: (1) menjaga keanekaragaman budaya melalui usaha pelestarian sumber daya budaya, dan (2) mengembangkan sumber daya budaya tertentu untuk dimanfaatkan bagi tujuan wisata. Dua sasaran tersebut mengesankan adanya kontradiksi antara satu dengan lainnya karena di satu pihak diarahkan untuk menjaga kelestarian sementara di pihak lain diarahkan untuk tujuan eksploitasi. Jika menilik pada kenyataan, usaha-usaha yang hanya menekankan pada satu sasaran saja sering kali menjadi tidak realistis. Selain itu, kekayaan budaya hanya akan memberi arti penting bila dapat dirasakan kemanfaatannya bagi masyarakat banyak. Kelestarian warisan budaya memang merupakan aspirasi ideal yang harus diakomodasikan, tetapi perubahan yang diakibatkan oleh faktor alam dan tuntutan zaman, juga merupakan sesuatu yang tidak dapat dicegah sepenuhnya. Untuk itu, diperlukan adanya keseimbangan antar kedua sasaran tersebut. Kelestarian adalah sesuatu yang relatif. Apa yang menjadi substansi dari model pariwisata budaya berkelanjutan bukanlah berarti bahwa usaha pariwisata harus menjamin kelestarian budaya sepanjang masa, tetapi upaya tersebut hendaknya diarahkan untuk menjamin kelestarian yang lebih lama. Dengan memberi peran utama kepada masyarakat setempat, sasaran SCT diharapkan dapat tercapai. Jika model SCT ini dapat diterapkan dengan baik di Indonesia, ada harapan bahwa pariwisata Indonesia dapat mempertahankan keunggulannya untuk bersaing dengan pariwisata negeri lain. Keunggulan  itu terdapat pada keanekaragaman yang tidak hanya dimiliki dari segi kebudayaan, tetapi juga keanekaragaman sumber daya alam, hayati, dan kombinasi dari semua itu.

Sabtu, 22 Oktober 2011

kuliah 4 _ Pariwisata alam budaya-STP Pd Cabe-Reg


DETERMINAN DAN MOTIVASI PERJALANAN WISATA
A. PENDAHULUAN
Berbagai faktor dapat mempengaruhi seseorang untuk mengadakan perjalanan. Kebanyakan orang bepergian atau berwisata dengan tujuan untuk bersenang – seanang seperti tujuan wisatawan pada umumnya. Tetapi tidak jarang orang memanfaatkan waktunya untuk bersenang – seanang sekaligus menambag wawasan, pengetahuan, dan ketrampilan tentang sesuatu hal. Dengan kata lain mereka datang ke suatu tempat tidak saja hanya untuk melihat – lihat tetapi memiliki tujuan yang lebih dari itu, yaitu sesuatu yang berharga yang tidak mungkin didapatinya di tempat asalnya. Jadi Perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dipengaruhi oleh faktor dari dalam (diri sendiri) seperti kesehatan pendidikan, keuangan, dan faktor dari luar (apa yang ada di derah tujuan) seperti iklim, letak geografis, special event, dan lain sebagainya.

B. PENGERTIAN DETERMINAN DAN MOTIVASI.
Yang dimaksud dengan determinasi dalam perjalanan wisata adalah faktor yang memungkinkan seseorang melakukan perjalanan wisata ke suatu tempat atau daerah di luar tempat tinggalnya. Faktor adanya cukup biaya, adanya waktu yang tersedia, dan faktor lainnya adalah merupakan determinan yang kuat untuk bisa melakukan perjalanan wisata. Perjalanan wisata ini harus pula didorong oleh adanya motivasi yaitu mengapa seseorang berwisata. Dengan kat lain motivasi adalah sebab mengapa ingin mengunjungi tempat lain untuk tujuan tertentu antara lain untuk berlibur, berobat, dan lain – lain.

C. JENIS – JENIS DETERMINAN

A. Pengaruh faktor sosila ekonomi.
Di negara – negara maju seperti Amerika Utara, eropa Barat, Jepang, dan Australia keinginan penduduk untuk berwisata sangat besar. Negara – negara inilah yang merupakan pusat asal para wisatawan yang terbanyak di dunia (main generating countries).

Ciri - ciri negara maju antara lain :
1. Jumlah simpanan yang besar dari penduduknya.
2. Berkurangnya jam kerja dan hak cuti yang dibayar makin panjang.
Jam kerja di negara – negara yang sudah maju adalah berkisar 40 jam seminggu. Malahan ada 35 jam dan hal ini memberi kesempatan untuk berwisata. Demikian pula cuti bagi mereka yang bekerja di sektor swasta tetap dibayar.
3. Prosentase pemilihan kendaraan bermotor makin besar.
Pemilihan kendaraan bermotor bagi keluarga dapat mencerminkan standar hidup penduduk yang lebih tinggi. Dengan kendaran bermotor sendiri maka kemudian lebih terjamin untuk melakukan perjalanan wisata dengan keluarga.

B. Pengaruh Fakktor Demografi.
Yang dimaksud dengan demografi adalah hal – hal yang berhubungan dengan kependudukan seperti : umur, keluarga, pendidikan, pekerjaan, dan konsentrasi penduduk di suatu daerah. Semua faktor ini dapat mempengaruhi pengambilan keputusan perjalanan wisata, contoh :

1. Umur.
Yang dimaksud dengan determinasi dalam perjalanan wisata adalah faktor yang memungkinkan seseorang melakukan perjalanan wisata ke suatu tempat atau daerah di luar tempat tinggalnya. Faktor adanya cukup biaya, adanya waktu yang tersedia, dan faktor lainnya adalah merupakan determinan yang kuat untuk bisa melakukan perjalanan wisata. Perjalanan wisata ini harus pula didorong oleh adanya motivasi yaitu mengapa seseorang berwisata. Dengan kat lain motivasi adalah sebab mengapa ingin mengunjungi tempat lain untuk tujuan tertentu antara lain untuk berlibur, berobat, dan lain – lain. JENIS – JENIS DETERMINAN Pengaruh faktor sosila ekonomi. Di negara – negara maju seperti Amerika Utara, eropa Barat, Jepang, dan Australia keinginan penduduk untuk berwisata sangat besar. Negara – negara inilah yang merupakan pusat asal para wisatawan yang terbanyak di dunia (main generating countries). Ciri - ciri negara maju antara lain : Juyebabkan pariwisata makin maju. Dengan menggunakan angkutan bermotor dan khusunya setelah perang dunia II banyak dipergunakan angkutan udara, maka perjalanan wisata lebih cepat, nyaman, dan relatiif murah, yang diatur secara reguler. Pada tahun 1963 mulailah diperkenalkan angkutan udara dengan sistem carter yang dihubungkan dengan paket wisata.
2. Agen Perjalanan dan Biro Perjalanan umum
Agen Perjalanan berfungsi menjual jasa perusahaan penyedia jasa utama seperti ; usaha penerbangan, perhotelan, restoran, dan usaha jasa lainnya.
Sedangkan biro Perjalanan umum berfungsi menyiapkan paket wisata yang terdiri dari komponen – komponen jasa dalam satu kesatuan seperti jasa angkutan, akomodasi, makanan, perjalanan wisata, dan lain – lain dengan satu kesatuan harga turut pula membantu kelancaran orang yang ingin berwisata.
3. Promosi Pariwisata
Promosi pariwisata dilakukan seiring dengan perkembangan media komunikasi yang ada yang sudah semakin modern seperti TV, satelit, dan promosi yang dilakukan oleh perusahaan penjual jasa seperti Agen Perjalanan, Usaha Akomodasi, Restoran, dan lin – lain turut membantu dalam perkembangan perjalanan wisata ke suatu tempat atau daerah lain.
4. Motivasi wisatawan
Motivasi menyebabkan seseorang menyusun suatu tujuan atau mencapai gerak yang yang dapat memuaskan kebutuhannya. Dalam hal ini, kebutuhan untuk mendapatkan rasa aman dapat memotivasi seseorang untuk melakukan kegiatan perjalanan wisata ke tempat atau daerah lain.


D. JENIS – JENIS MOTIVASI WISATAWAN
Untuk mengadakan klasifikasi motif wisata harus diketahui semua jenis motif wisata. Akan tetapi tidak ada kepastian apakah semua jenis motif wisata telah atau dapat diketahui. Tidak ada kepastian bahwa apa yang dapat diduga dapat menjadi motif wisata atau terungkap dalam penelitian – penelitian motivasi wisata (motivation motive). Pada hakekatnya motif orang untuk mengadakan perjalanan wisata tidak terbatas dan tidak dapat dibatasi. Mc. Intosh mengklasifikasikan motif – motif wisata dapat dibagai menjadi empat kelompok, yaitu :

1. Motif fisik
yaitu motif – motif yang berhubungan dengan kebutuhan badaniah, seperti olahraga, istirahat, kesehatan, dan sebagainya.
2. Motif budaya.
yang harus diperhatikan di sini adalah yang bersifat budaya itu motif wisatawan, bukan atraksinya. Atraksinya dapat berupa pemandangan alam, flora dan fauna, meskipun wisatawan dengan motif budaya itu sering datang di tempat wisata untuk mempelajari atau sekedar untuk mengenal atau memahami tata caradan kebudayaan bangsa atau daerah lain: kebiasaanya, kehidupannya sehari – hari, kebudayaannya yang berupa bangunan, musik, tarian, dan sebagainya.
3. Motif interpersonal
yang berhubungan dengan keinginan untuk bertemu dengan keluarga, teman, tetangga, atau berkenalan dengan orang – orang tertentu, berjumpa dengan teman – teman terkenal : penyanyi, penari, bintang film, tokoh politik dan sebaginya.
4. Motif status atau motif prestise.
Banyak orang beranggapan bahwa orang yang pernah mengunjungi tempat lain dengan sendirinya merasa lebih dari orang yang tidak pernah bepergian. Orang yang pernah bepergian ke daera h – daerah lain dianggap atau merasa gengsinya atau statusnya naik.
Klasifikasi Mc. Intosh tersebut sudah tentu dapat disubklasifikasikan menjadi kelompok motif yang lebih kecil. Motif – motif yang lebih kecil itu oleh IUOTO digunakan untuk menentukan tipe perjalanan wisata. Dibawah ini tercantum sejumlah subkelas motif wisata serta tipe wisatawan yang sering disebut – sebut.
A. Motif bersenang – senang atau tamasya.
Motif bersenang – senang atau tamasya yang melahirkan tipe wisata tamasya (pleasure tourism). Wisatawan tipe ini ingin mengumpulkan pengalaman sebanyak – banyaknya dan mendengar serta menikmati apa saja yang menarik perhatian mereka. Wisatawan tamasya berpindah – pindah dari satu tempat ke tempat lain dengan menikmati pemandangan alam, adat kebiasaan setempat, hiruk pikuk kota besar, atau ketenangan tempat yang sepi, monumen, peninggalan sejarah, dan sebaginya. Wisatawan tipe ini susah dibedakan denga tipe wisatawan tipe berikutnya.
B. Motif rekreasi
Motif rekreasi dengan tipe wisata rekreasi (recreation tourism). Rekreasi adalah kegiatan yang menyenangkan yang dimaksudkan untuk memulihkan kesegaran jasmani dan rohani manusia. Kegiatan – kegiatannya dapat berupa olahraga, embaca,mengerjakan hobi, dan sebaginya; juga dapat didisi dengan perjalanan tamasya singkat untuk menikmati keadaan sekitar tempat menginap(sightseeing) atau dengan bersantai – santai menikmati hari libur. Di negara – negara industri maju darimana wisatawan berasal, motif rekreasi itu penting sekali. Juga tipe wisatawan tamasya atau lainnya, sebenatnya sering mengadakan perjalanan untuk rekreasi. Bedanya ialah wisatawan rekreasi itu biasanya menghabiskan waktunya di satu tempat saja, sedangkan awisatawa tamasya berpindah – pindah tempat.
C. Motif Kebudayaan
Dalam tipe wisata kebudayaan (culture tourism) orang tidak hanya mengunjungi suatu tempat dan menikmati atraksi yang ada, akan tetatpi lebih dari itu. Ia mungkin datangg untuk mempelajari atau mengadakan penelitian tentang keadaan setempat. Seniman – seniman sering mengadakan perjalanan untuk memperkaya diri, menambah pengalaman, dan mempertajam kemampuan penghayatannya. Jelaslah bahwa atraksi wisata tidak selalu berupa kebudayaan, tetapi dapat juga berupa keindahan alam, seniman, atau guru yang terkenal untuk mengadakan wawancara, bertukarpikiran, dan sebagainya. Dalam wisata budaya ini juga termasuk kunjungan wisatawan ke berbagai daerah khusus (special events) seperti upacara agama, penobatan raja, pemakaman tokoh tersohor, pertunjukkan rombongan kesenian yang terkenal, dan sebagainya.
D. Wisata Olahraga
Wisata olahraga ialahpariwisata dimana wisatawan mengadakan perjalanan wisata karena motif olehraga. Olahraga dewasa ini merata di kalangan rakyat san tersebar di seluruh dunia dengan berbagai macam organisasi baik bersifat nasional mupun internasional. Yang menjadi wisatawan dalam hal ini tidak unutk menyaksikan olehraga tetapi melakukan kegiatan olahraga itu sendiri. Wisatawan olahragawan biasanya tinggal agak lama di satu tempat dan mengisi waktu senggangnya dengan kegiatan – kegiatan sosial, makan malam bersama, dansa bersama, berjudi, dan lain sebagainya.
E. Wisata Bisnis
Bisnis merupakan motif dalam wisata bisnis. Banyak hubungan terjadi antara orang – orang bisnis. Ada kunjungan bisnis, pertemuan – pertemuan bisnis, ada pekan raya dagang, da lain sebaginya. Kalau pekan raya perdanganan, pameran bisnis, dan sebagainya diselenggarakan dengan baik dan berhasil, arus kedatangan wisatawan akan terus terasa dalam waktu yang lama dalam waktu lama. Kontak yang terjadi dalam hubungan ini dapat berkembang menjadi hubungan bisnis yang mantap.
F. Wisata Konvensi
Banyak pertemuan – pertemuan nasional dan Internsional yang memebicarakan bermacam – macam masalah : kelaparan dunia, pelestarian hutan, pemberantasan penyakit tertentu, sekedar untuk pertemuan tahunan dengan antar ahli – ahli di bidang tertentu, dan sebagainya. Perjalanan yang timbul karenanya pada umumnya disebut wisata konvensi. Sedangkan kegiatan perjalanan wisata yang dilakukan untuk mengadakan sudtu konfrensi disebut wisata konfrensi (Confrence Tourism). Kalau konfrensi diadakan oleh ahli – ahli seprofesi, perjalanan wisata yang timbul juga disebut wisata profesi (Profession Tourism). Dalam hal ini adak kecendrungan untuk membuat wisata profesi yang berupa seminar, simposium, lokakarya dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan sebagai suatu usaha bisnis. Penyelenggarannya tidak saja bersifat insidentil, akan tetapi secara terencana dan dijadwalkan men gingat waktu para ahli yang bersangkutan.
G. Motif Spiritual.
Motif spiritual dan wisata spiritual (Spiritual Tourism) merupakan salah satu tipe wisata yang tertua. Sebelum orang mnegadakan perjalanan wisata untuk bisnis, rekreasi, tamasya, olahraga dan sebaginya, orang sudah melakukan perjalanan untuk berziarah dan untuk kepentinga keagamaan. Tempat – trmpat ziarah seperti Palestina, Roma, Mekah, dan Madinah merupakan tempat – tempat tujuan perjalanan wisata. Di Indonesia banyak kita jumpai tempat – tempat untuk kunjungan ziarah seperti; Makam Sunan Gunung Jati di Cirebon, Makam Sunan Bonang di Tuban, Sunan Giri di Gresik, Sunan ampel di Surabaya, dan makam Bung Karno di Blitar yang diresmikan Presiden Soeharto Tanggal 21 Juni 1979. Pada tahun 1984 Makam Bung Karno ini dikunjungi oleh 5.286.297 orang peziarah, dengan yang berarti kunjungan rata – rata sehari lebih dari 3000 orang sehari. Sebagai bagian dari wisata spiritual, maka wisata ke makam merupakan tipe tersendiri yaitu wisata ziarah.
H. Motif Interpersonal
Yaitu mengadakan perjalanan dengan tujuan untuk bertemu dengan orang lain. Dengan kata lain orang dapat menarik seseorang untuk mengdakan perjalanan atau manusiapun merupakan salah satu atraksi wisata. Banyak tepat – tepat wisata yang menarik disebabkan karena atraksi manusianya, khususnya karena gadis – gadisnya. Dalam tahun 1983 di Filipina kamum wanita beberapa kali mengadakan demonstrasi memprotes adanya pariwisata seks di tempat – tempat tertentu. Protes ini disusul oleh protes dan demonstrasi semaccam yang ditujukan kepada perusahaan – perusahaan yang mengatur pariwisata semacam itu.
Pada umumnya yang menrik orang untuk mengadakan perjalanan adalah orang – orang tertentu atau istimewa karena : kedudukannya, pengaruhnya, keseniannya, kepandaiannya, dan prestasinya dalam satu bidang tertentu sperti bidang olahraga, dan lain – lain.
I. Motif Kesehatan.
Wisata kesehatan (Health Tourism) pada jaman dulu merupakan tipe wisata yang penting sekali. Selalu ada kegiatan – kegiatan yang berhubungan dengan pariwisata di tempat – tempat sumber air mineral (Spa) yang dianggap memiliki khasiat untk menyembuhkan penyakit. Daya Terpeutik yang yang dianggap terdapat dalam air mineral smacam ini dapat diperoleh dengan mudah, murah, dan manjur dibandingkan dengan beberapa jenis obat yang tersedia. Sekarang bentuk – bentuk wisata kesehatan sudah berkembang dengan sendirinya. Orang – orang melakukan kegiatan wisata kesehatan ini dengan tujuan untuk check up kesehatan ke negara – negara lain yang lebih modern, sehingga perjalanan inipun dikatakan sebagai wisata kesehatan (Health Tourism). Di samping itu spa kini berkembang menjadi pusat kebugaran jasmani yang diselaraskan secara ekologis dengan alam yang sehat.
J. Wisata Sosial
Tipe wisata sosial (social tourism) itu bukan wisata yang berdasarkan motif sosial. Motif wisata sosial diasanya adlah tamasya dan bersenang – senang, atau sekedar mengisi liburan. Akan tetepai perjalanannya dilaksanakan dengan bantuan pihak – pihak tertentu yang diberikan secara sosial. Bantuan ini dapat berupa kendaraan, tempat penginapan seperti penanggrahan, wisma peristirahatan, hotel remaja (youth hostel) dan sebagainya yang bertarif rendah. Misalnya wisata sosial buruh pabrik untuk mengisi waktu liburan yang diberi subsidi oleh perusahaan berupa angkutan, makan, dan wisma peristirahatan. Jenis wisata sosial yang penting dan mendapat perhatian penuh dari segi pendidikan adalah wisata remaja. Dalam wisata remaja, bantuan yang diberikan itu berupa penginapan murah dan khusus, dengan pengawasan agar perjalanan yang dilakukan para remaja dapat dimanfaatkan sebaik – baiknya sebagai sarana pendidikan mereka. Pariwisata sosial ini mempunyai organisasi Internasioanl tersendiri yaitu Bureau de Tourisme Social yang berkedudukan di Swis.

“… Landasan penelitian motivasi yang kedua ialah pengakuan bahwa motif – motif yang tersembunyi di belakang perbuatan konsumen (= wisatawan)- bahkan perbuatan yang paling sederhanapun - sering rumit dan kompleks atau tidak nampak. Sering konsumen tidak tahu mengapa mereka berbuat seperti itu. Sering juga mereka tahu, akan tetapi mereka tidak mau memberitahukannya. Dan kadang – kadang mereka menyembunyikan motif yang sebenarnya di belakang alasan – alasan yang “baik” atau yang dapat diterima oleh masyarakat. Sangat mengherankan misalnya melihat banyak pengunjung yang mengatakan bahwa yang sebenarnya menarik bagi mereka tentang Las Vegas adalah fasilitasnya yang bagus untuk berlibur dengan keluarga. ( Jadi bukan fasilitas unntuk berjudi, yang sebenarnya diutamakan oleh pengusaha atraksi – Pen). Oleh karena itu usaha untuk mengetahui motif konsumen ada kemungkinannya memrlukan tehnik tidak lansung atau terselubung”(The Changing World of Travel Marketing, Joseph g. Smith, 1971 : 13).

Kecuali itu semua harus diperhatikan bahwa mengetahui motif saja tidak cukup untuk membangun atraksi wisata. Untuk memnuhi motif rekreasi, misalnya orang harus sadar bahwa atraksi untuk rekreasi itu dapat bermacam – macam bentuknya seperti : berelancar, main golf, berenang, menyelam, berjudi, dan sebagainya. Untuk mengadakan evaluasi yang tepat apa yang secara nyata harus dibangun, diperlukan bermacam – macam ahli, ahli pariwisata, arsitek, ahli sosiologi, dan sebaginya.
Jelaslah bahwa orang tidak dapat begitu saja membangun atraksi wisata menurut seleranya sendiri, kalau orang tidak ingin mengalami kekecewaan di kemudian hari.

KULIAH 4 Pariwisata berkelanjutan - PBU Hotel-PD Cabr


Bacalah dengan seksama tulisan di bawah ini:
EKOWISATA BINTAN
Ekowisata berbasis komunitas ('community based ecotourism') untuk mempromosikan Budaya Melayu dan Keindahan Alam di Pulau Bintan sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.

rumah ada melayupetualangan sungai sebonggunung bintan

Pulau Bintan merupakan pulau terbesar diantara pulau-pulau lainnya yang ada di propinsi termuda Indonesia, yaitu propinsi Kepulauan Riau. Letaknya sangat strategis karena berbatasan langsung dengan negara tetanga Singapore dan Malaysia. Jarak tempuh dari Singapore ke Tanjung Pinang hanya 2 jam dengan menggunakan Ferry. Bahkan bagian utara Pulau Bintan, yaitu Lagoi dapat ditempuh hanya dalam waktu 55 menit. Karena letaknya yang strategis, sudah sejak lama Bintan menjadi pusat perdagangan dan pariwisata. Pariwisata semakin berkembang ketika diterapkannya kebijakan bebas visa bagi wisman asal negara Asean, seperti Singapore dan Malaysia.
Setiap tahun Pulau Bintan dikunjungi oleh sekitar 500 ribu orang wisatawan mancanegara. Ada dua tujuan wisata di Bintan, yaitu Tanjung Pinang yang menjadi ibu kota propinsi Kepulauan Riau dan Kawasan Wisata Internasional Lagoi, Kab. Bintan yang terletak di utara P. Bintan. Wisman yang datang ke Tanjung Pinang di dominasi oleh turis dari Singapore dan Malaysia, umumnya mereka datang untuk berbelanja (shopping) atau mencari hiburan semata. Sedangkan turis yang datang ke Kawasan Wisata Lagoi lebih beragam, biasanya mereka datang dengan tujuan untuk berlibur, bulan madu atau berolah raga, khususnya golf.
Banyaknya jumlah wisman yang berkunjung ke P. Bintan memang telah meningkatkan perekonomian dan menciptakan banyak lapangan kerja. Pariwisata menjadi tulang punggung penggerak roda perekonomian dan menjadi salah satu sumber pendapatan utama pemerintah setempat, khususnya penerimaan dari pajak hotel dan restaurant. Namun, sayangnya hiruk pikuk dan gemerlap pariwisata ini belum bisa dinikmati sepenuhya oleh penduduk asli, mereka kalah bersaing dengan pendatang yang umumnya memiliki keuletan, keterampilan dan pendidikan yang relatif lebih baik dari penduduk lokal.
Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat lokal dalam bidang pariwisata, pada tahun 2002 digulirkan proyek pengembangan ekowisata berbasis komunitas dengan nama Bintan Ecotourism Venture Project (BEVEP) yang dibiayai oleh multi lembaga, yaitu Department for International Development (DFID, Inggris), PEMDA Kab. Bintan dan PT Bintan Resort Cakrawala selaku pengelola kawasan wisata Lagoi. Proyek selama 3 tahun ini dilaksanakan di dua desa yang letaknya bersinggungan dengan kawasan wisata Lagoi, yaitu Desa Sebong Lagoi dan desa Sribintan, Kecamatan Teluk Sebong, Kab. Bintan. BEVEP bertujuan untuk memberikan alternatif pendapatan dengan menjadi pelaku pariwisata di desanya masing-masing. Tujuan lain yang hendak dicapai dalam proyek ini adalah menjaga kelestarian lingkungan dan mempromosikan budaya Melayu Riau.
Kegiatan utama Proyek Ekowisata berbasis komunitas ini adalah meningkatkan keterampilan penduduk lokal dalam bidang pariwisata melalui serangkaian kegiatan pelatihan yang relevan. Kegiatan lain adalah memperbaiki infrastruktur desa serta membangun berbagai sarana pariwisata yang diperlukan. Dengan di bantu konsultan ahli dalam dan luar negeri kemudian di rancang beberapa produk ekowisata sesuai dengan potensi yang ada di kedua desa tersebut. Setelah melakukan beberapa kali uji pasar dan justifikasi, akhirnya produk ekowisata siap untuk dipasarkan. Seluruh kegiatan proyek dari mulai perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi dilakukan secara bersama-sama dengan masyarakat setempat. Lebih jauh lihat Proyek Bevep.
Usaha ekowisata ini selanjutnya dioperasikan oleh masyarakat setempat melalui wadah organisasi Yayasan Ekowisata yang telah dibentuk sebelumnya di setiap desa. Produk ekowisata yang dijual antara lain Ekowisata Memancing Tradisional di Sungai Sebong, Ekowisata Mendaki Gunung Bintan, Ekowisata Budaya Desa, Ekowisata Bersepeda Melintasi hutan, pantai, perkebunan dan kawasan pemukiman, Ekowisata Memancing ke Tengah Laut, Ekowisata Menjelajah Desa dengan Bersepeda, dsb. Pangsa pasar ekowisata adalah wisman yang berkunjung ke kawasan wisata Lagoi. Kegiatan promosi dan pemasaran dilakukan oleh PT Bintan Resort Cakrawala yang merupakan mitra kerja Yayasan Ekowisata.

Tugas anda:
1. kaitannya dengan Pariwisata berkelanjutan, kegiatan (act) dan atraksi apa yang bisa menunjukka bahwa pariwisata bintan di atas, mengacu pada prinsip pariwisata berkelanjutan?

Buat analisis saudara dalam doc file, dan bisa dikirim ke gmail saya

Terima kasih, dan selamat bekerja.